Monday, April 16, 2007

Differential Association

Dalam bidang studi sosiologi hukum, tindakan menyimpang yang dilakukan oleh seseorang menurut Edwin H. Sutherland dan Donal Cressey terjadi karena adanya proses pembelajaran pelaku dari lingkungan atau kelompok-kelompok jahat sebagaimana dalam teorinya Defferential Association yang mengemukakan beberapa postulat yang dapat digunakan untuk menemukan sebab musabab kejahatan. Postulat-postulat tersebut adalah sebagai berikut[1] :

1. Criminal behavior is learned (Perilaku kejahatan dipelajari).

2. criminal behavior is learned in interaction with other person of communication (Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dari komunikasi).

3. The principle of the learning of criminal behavior occurs within intiminate personal groups (Dasar pembelajaran perilaku jahat terjadi dalam kelompok pribadi yang intim).

4. when criminal behavior is learned, the learning includes, (a) techniques of committing the crime, which are very complicated, sometimes very simple, (b) the specific direction of motives, drives, rationalizations, and attitudes (Ketika perilaku jahat dipelajari, pembelajaran itu termasuk pula, (a) teknik melakukan kejahatan, yang kadang-kadang sangat sulit, kadang-kadang sangat sederhana, (b) arah khusus dari motif, dorongan, rasionalisasi, dan sikap-sikap).

5. the specific direction of motives and drives is learned from definitions of legal code as favorable or unfavorable (Arah khusus dari motif dan dorongan dipelajari dari definisi aturan hukum yang menguntungkan atau tidak menguntungkan).

6. a person becomes delinquent becouse of an access of definitions favorable of violation of law over definitions unfavorable to violation of law (Seseorang menjadi delinkuen disebabkan pemahaman terhadap definisi-definisi yang menguntungkan dari pelanggaran terhadap hukum melebihi definisi-definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum).

7. Differential Association may vary in frequency, duration, priority, and intensity (Asosiasi yang berbeda-beda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas, dan intensitas).

8. the process of learning criminal behavior by association with criminal and anticriminal patterns involves all the mechanism that are involved in any other learning (Proses pembelajaran perilaku jahat melalui persekutuan dengan pola-pola kejahatan dan anti-kejahatan meliputi seluruh mekanisme yang rumit dalam setiap pembelajaran lainnya).

9. While a criminal behavior is an explaination of general needs and values, it is not explained by those general needs and values since non criminal behavior is an explaination of the same need and values (Walaupun perilaku jahat merupakan penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, tetapi hal itu tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut sejak perilaku tidak jahat adalah sebuah penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama).

Kesimpulan yang bisa diambil dari teori defferential association adalah bahwa kesembilan postulat yang dipaparkan tersebut di atas berintikan pokok-pokok sebagai berikut[2] :

1. Perbedaan asosiasi cenderung membentuk perbedaan kepribadian manusia yang berbeda dalam pergaulan kelompok.

2. Tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum adalah karena individu yang bersangkutan menyetujui pola perilaku yang melanggar hukum, dibanding dari pola perilaku lain yang normal.

3. sikap menyetujui atau memilih salah satu pola perilaku tertentu dalam asosiasi yang berbeda adalah melalui proses belajar dari pergaulan yang paling intim melalui komunikasi langsung yang berhubungan dengan sering, lama, mesra, dan prioritas pada pola perilaku kelompok atau individu yang diidentifikasikan menjadi perilaku miliknya.

Edwin. H. Sutherland dan Donal Cressey menolak anggapan yang menyatakan bahwa kejahatan atau tindakan menyimpang merupakan faktor keturunan atau diwariskan dari orang tua pelaku, melainkan menyatakan dengan tegas bahwa kejahatan atau perilaku menyimpang terjadi karena faktor pembelajaran melalui interaksi dengan orang lain dalam kelompok pribadi yang intim.



[1] Sue Titus Reid, Crime And Criminology. 2nd ed., Hold, Rinehart and Winston, New York, 1978, hal 230-231.

[2] Ninik Widiyanti dan Pandji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal 52-53.

Monday, April 9, 2007

TINDAK PIDANA KEHUTANAN, SUMBER DAYA ALAM HAYATI

Tindak pidana yang sering terjadi di Indonesia berkaitan dengan kehutanan, sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup adalah tindak pidana yang diatur dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sanksi hukum yang dikenal dalam ketika undang-undang tersebut bersifat kumulatif, yaitu selain pemidanaan badan berupa pidana penjara, pelaku tindak pidana juga dikenai pidana denda dan khusus serta hukuman tambahan . Hal ini berbeda dengan pidana umum dalam KUHP yang bersifat tunggal atau alternatif. Larangan dan sanksi hukum dalam ketiga undang-undang di atas adalah :

1. UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai kejahatan dalam undang-undang kehutanan dapat dilihat dalam pasal 38 ayat (4), pasal 50 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, j, k, l.

Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai pelanggaran sebagaimana diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf i dan m.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.

Disamping itu, semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.

Adapun ancaman pidana terhadap pelaku tindak pidana atau pelanggaran dalam undang-undang ini terdapat dalam pasal 78 ayat (1) sampai dengan ayat (12)

2. UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Ø Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai kejahatan diatur dalam pasal 19 ayat (1) dan (3), pasal 21 ayat (1) huruf a dan b, pasal 21 ayat (2) huruf a, b, c dan huruf d, pasal 33 ayat (1), (2) dan ayat (3).

Ø Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai pelanggaran diatur dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3).

Ancaman pidana dalam undang-undang ini terdapat dalam pasal 40 ayat (1), (2), (3), (4) dan ayat (5).

3. UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam undang-undang ini, seluruh perbuatan yang dilarang dianggap sebagai kejahatan diatur dalampasal 41 ayat (1) dan (2), pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), pasal 43 ayat (1), (2) dan ayat (3), pasal 44 ayat (1), pasal 45.

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. (pasal 46 ayat (1))

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama. (pasal 46 ayat (2))

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap. (pasal 46 ayat (3))

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan. (pasal 46 ayat (4))