Monday, April 9, 2007

TINDAK PIDANA KEHUTANAN, SUMBER DAYA ALAM HAYATI

Tindak pidana yang sering terjadi di Indonesia berkaitan dengan kehutanan, sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup adalah tindak pidana yang diatur dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sanksi hukum yang dikenal dalam ketika undang-undang tersebut bersifat kumulatif, yaitu selain pemidanaan badan berupa pidana penjara, pelaku tindak pidana juga dikenai pidana denda dan khusus serta hukuman tambahan . Hal ini berbeda dengan pidana umum dalam KUHP yang bersifat tunggal atau alternatif. Larangan dan sanksi hukum dalam ketiga undang-undang di atas adalah :

1. UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai kejahatan dalam undang-undang kehutanan dapat dilihat dalam pasal 38 ayat (4), pasal 50 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, j, k, l.

Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai pelanggaran sebagaimana diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf i dan m.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.

Disamping itu, semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.

Adapun ancaman pidana terhadap pelaku tindak pidana atau pelanggaran dalam undang-undang ini terdapat dalam pasal 78 ayat (1) sampai dengan ayat (12)

2. UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Ø Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai kejahatan diatur dalam pasal 19 ayat (1) dan (3), pasal 21 ayat (1) huruf a dan b, pasal 21 ayat (2) huruf a, b, c dan huruf d, pasal 33 ayat (1), (2) dan ayat (3).

Ø Perbuatan yang dilarang dan dianggap sebagai pelanggaran diatur dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3).

Ancaman pidana dalam undang-undang ini terdapat dalam pasal 40 ayat (1), (2), (3), (4) dan ayat (5).

3. UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam undang-undang ini, seluruh perbuatan yang dilarang dianggap sebagai kejahatan diatur dalampasal 41 ayat (1) dan (2), pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), pasal 43 ayat (1), (2) dan ayat (3), pasal 44 ayat (1), pasal 45.

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. (pasal 46 ayat (1))

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama. (pasal 46 ayat (2))

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap. (pasal 46 ayat (3))

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan. (pasal 46 ayat (4))

2 comments:

Jimmy Ray said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

Hukum berat pelaku tindak pidana kehutanan, karena alam Indonesia menjadi rusak dan kita jadi korbannya